Skip to content
Di antara suami yang digolongkan BURUK, bahkan SANGAT BURUK, adalah SUAMI YANG SUKA MELECEHKAN ISTRINYA.
Penghinaan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap hati manusia.
Jika seseorang dihina satu kali saja dalam situasi apapun, maka
penghinaan itu akan meninggalkan kepahitan dan duka cita serta akan
menjadi kenangan yang SULIT UNTUK DILUPAKAN seumur hidup.
Terkadang,
seorang suami tidak melecehkan istrinya dalam bentuk penghinaan yang
umum, tetapi melecehkannya dalam bentuk penghinaan yang khusus. Tipe
suami yang demikian niscaya termasuk suami yang buruk, dan tidak akan
melakukan penghinaan kecuali suami yang tercela.
Sedangkan
suami yang bagus tabiat dan akhlaknya adalah suami yang memiliki
pandangan jauh ke depan. Suami yang bertipe demikian tidak akan
melecehkan istrinya bagaimana pun juga keadaannya, meskipun istrinya
bodoh sedangkan ia orang yang pintar, atau istrinya berpikiran dangkal
sedangkan ia orang yang berpendidikan.
Permasalahannya tidaklah
berkaitan dengan keistimewaan, melainkan berkaitan dengan MANUSIA YANG
MEMILIKI PERASAAN sebagai manusia yang telah dimuliakan Allah dengan
memerintahkan para Malaikat supaya bersujud sebagai penghormatan
kepadanya, sehingga bagaimana mungkin di antara manusia yang semuanya
memiliki derajat yang sama saling melecehkan? Dan bagaimana mungkin
perbuatan saling melecehkan terjadi di antara pasutri yang memiliki
ikatan khusus?
Sikap pertama yang mengindikasikan pelecehan
adalah merendahkan pendapat dan perkataan istri dalam setiap kesempatan,
khususnya di hadapan orang lain. Hal yang demikian dipandang sebagai
pembunuhan yang disengaja dan bagaikan pisau belati yang beracun.
Kejadian seperti ini terdapat dalam sebagian rumah.
Di antara
bentuk pelecehan yang sangat keterlaluan kepada istri adalah menghina
keadaannya, merendahkan perkataannya dan tidak mengajaknya bermusyawarah
dalam segala urusan. Memang bukan sebuah persyaratan bagi seorang suami
untuk menuruti pendapat istrinya, hanya saja ia harus menghargai harkat
dan martabat seorang istri, meskipun itu hanya dengan mendengar
perkataan dan pendapat istri.
Jika seorang istri merasa
martabatnya telah jatuh di mata suaminya dan menjadi sumber pelecehan
suaminya, niscaya ia akan merasa bahwa suaminya tidak memperlakukannya
sebagai manusia, melainkan sebagai binatang. Suami yang seperti itu
menduduki tingkat paling rendah.
Termasuk di antara suami yang
tergolong buruk adalah suami yang mengabaikan istrinya. Hal tersebut
mencakup tidak adanya perhatian suami terhadap pakaian dan masakan
istrinya serta tidak mengajaknya berbicara di mana kejadian tersebut
berlangsung dalam waktu yang cukup lama dan bukan sesuatu yang baru
terjadi.
Pengabaian dalam bentuk seperti itu akan melukai hati
istri dan termasuk penghinaan, karena SUAMI ADALAH PENDIDIK DI DALAM
KELUARGA yang tidak boleh melontarkan perkataan yang MENYAKITI dan
MENYINGGUNG PERASAAN istrinya. Penghinaan tersebut adalah penghinaan
yang dingin sedingin salju, di mana suami telah mematikan seluruh
perasaannya dan menimpakan bencana kepada para pemuda sebagai generasi
yang akan mewarisinya.
Juga (termasuk) di antara suami yang
tergolong buruk adalah suami PEMARAH yang membenci istrinya, baik ada
sebab maupun tidak ada sebab, dan menjadikan istrinya sebagai permainan,
memfitnahnya dan menyandarkan semua kesalahannya kepada istrinya.
Juga (termasuk) di antara suami yang tergolong buruk adalah suami yang
jahat kepada istrinya, sehingga memperlakukan istrinya layaknya seorang
budak perempuan di hadapan tuannya yang kejam. Kita menyaksikan suami
seperti itu melakukan berbagai macam cara untuk menyiksa istrinya dan
memakinya, bahkan dalam beberapa kesempatan ia sampai tega memukulnya.
Juga (termasuk) di antara suami yang buruk adalah suami yang tidak
berambisi, minder, rela dengan kefakirannya, taraf hidup rendah, dan
merasa puas dengan pendapatan kecil yang hanya dapat melegakan
tenggorokannya, anak-anak dan istrinya, sehingga (sekedar) terhindar
dari kematian.
Jika sang istri adalah seorang yang ambisius,
sedangkan suaminya adalah orang yang merasa cukup dengan sesuatu yang
ada dan merasa MALAS serta takut dengan kemajuan, niscaya istri yang
masih muda dapat terkena penyakit gila. Suami yang demikian termasuk
suami yang jika kemalasan datang dan menyerangnya, niscaya ia akan
memerintahkan keluarganya supaya mengurangi keluhan tentang kefakiran
yang menimpa mereka.
Syaikh Ibrahim bin Shalih al-Mahmud telah
menyampaikan sejumlah nasihat di dalam bukunya "Kaifa Taksibu Zaujatuka"
seraya berkata:
"Istri itu adalah makhluk yang lemah dan
tercipta dari tulang yang bengkok (tulang rusuk), sehingga IA TIDAK
MEMERLUKAN SUARA YANG KERAS dan OTOT YANG KUAT DARIMU, melainkan
membutuhkan pelurusan yang benar dan nasihat yang tepat.
Hal
yang mesti kita lakukan adalah MEMPERBAIKI AKHLAK KITA dalam menjalin
interaksi yang dinamis dan hubungan yang harmonis dengan istri-istri
kita, dan memberitahukan mereka mengenai hal-hal yang diwajibkan Allah
kepada kita yang harus dilaksanakan dengan amanah dan ikhlas.
Sedang perlakuan kasar seperti pemaksaan, kelaliman dan kekerasan yang
dilakukan oleh para suami kepada istri-istri mereka, bukan termasuk
sifat-sifat suami yang shalih.
Islam melarang perbuatan tersebut, seperti ditegaskan dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam ash-Shahihain:
"Ingatlah, berwasiatlah kamu terhadap kaum wanita tentang kebaikan."
Doktor Ali Asiri, seorang tenaga ahli yang diperbantukan di fakultas Ummul Qura menjelaskan:
"Suami yang merasa senang menyiksa istrinya dengan pukulan dan hinaan,
niscaya ia telah menderita SAKIT JIWA. Karena di satu sisi ia MEMBENCI
ISTRINYA, akan tetapi di sisi lain ia TIDAK BERANI MENGAMBIL KEPUTUSAN
BERCERAI atau MENINGGALKAN ISTRINYA.
Suami yang demikian
termasuk sosok suami yang LEMAH DALAM SEGI KEPRIBADIAN dan TIDAK
MEMILIKI KEMAMPUAN DALAM MENYELESAIKAN MASALAHNYA SENDIRI, sehingga ia
menyelesaikannya dengan pukulan dan hinaan.
Suami yang senang
memukuli dan menghina istrinya dengan cara seperti itu di hadapan
anak-anaknya termasuk suami yang tidak benar, sehingga apa yang
dilakukannya tidak sesuai dengan ketentuan hukum syara' (agama)."
Memang benar bahwa kehidupan ini tidak akan sepi dari berbagai
kesalahan, akan tetapi memuncaknya permasalahan sampai batasan seperti
ini, ditambah lagi perilaku suami yang demikian berupa PERENDAHAN
MARTABAT, PELECEHAN dan PEMUKULAN, semua itu akan BERPENGARUH dan
BERDAMPAK BESAR terhadap kepribadian anak-anak serta membunuh rasa cinta
dan perasaan untuk berkomitmen mengayomi keluarga.
Paling
tidak, perilaku tersebut di atas dikhawatirkan mempengaruhi kepribadian
alami dan kehidupan praktis mereka dan terkadang hingga menimbulkan
kebencian anak-anak kepada bapak mereka atau sebaliknya malah mengikuti
perilaku bapak mereka. Karena itu diwajibkan atas setiap keluarga untuk
TIDAK MEMPERTONTONKAN PERSELISIHAN RUMAH TANGGA DI HADAPAN ANAK-ANAK.
Demikian beberapa hal yang bisa saya ( Abu Muhammad Herman) kutip dari
buku Menyingkap Tabir Perceraian, karya Syaikh Butsainah as-Sayyid
al-Iraqi, penerbit Darul Haq, Jakarta.