saat-saat pertempuan |
Mari kita lanjut kecerita selanjutnya, session ketiga. Bagi yg belum membaca session kedua, bisa klik disini...
Kisah # 6: Panser Bermanuver Seperti Orang Mabuk
Sebagian besar para pejuang yang turut dalam pertempuran 10 Nopember
adalah milisi-milisi, yang sebelum pecah perang belum pernah memegang
dan mempergunakan senjata api, apalagi mortir dan panser. Anggota dari
satuan-satuan yang dianggap militer professional pun belum tentu mahir
semua dalam mengoperasikan senjata berat. Memang ada anggota PI atau TKR
yang mampu mengoperasikan mortir atau panser dengan baik, tapi ada juga
yang benar-benar masih perlu banyak belajar lagi.
Sebagai misal saat terjadi perundingan pada tanggal 30 Oktober antara
pemimpin Pusat dan Jawa Timur dengan pimpinan militer Inggris yang
dipimpin oleh Mayjend Hawthorn. Entah terpancing oleh bunyi
tembakan-tembakan meriam dari kapal perang Inggris, atau untuk balik
menggertak pasukan Inggris, komandan TKR dan PI mengerahkan panser yang
dimilikinya disekitar lokasi perundingan. Namun berhubung ada yang belum
terlalu mahir nyetir panser, jadilah panser itu berjalan seperti orang
mabuk. Muter-muter gak karuan, maju mundur entah mau kemana. Pokoknya,
panser itu bergerak dengan maneuver yang barangkali tidak ada dalam
manual cara menyetir panser yang baik dan benar.
Namun begitu, manuver panser bak orang mabuk itu boleh juga untuk unjuk
kekuatan tepat didepan mata Panglima Inggris untuk wilayah Jawa-Bali.
= = =
Kisah # 7: Sweet Revenge untuk Kempetai
Bagi arek-arek Suroboyo, markas kempetai adalah simbol praktek
kebiadaban Jepang terhadap rakyat Indonesia. Di markas itulah segala
bentuk kekejaman Kempetai Jepang terhadap rakyat Indonesia berlangsung.
Tak terhitung banyaknya arek-arek Surabaya yang tewas karena penyiksaan
oleh anggota Kempetai.
Rasa permusuhan arek-arek Suroboyo makin menjadi-jadi karena anggota
Kempetai ndablek tidak segera menyadari perubahan politik yang terjadi
disekitarnya. Mereka secara eksplisit tidak mengakui kenyataan bahwa
sebuah negara berdaulat telah lahir. Dengan dalih tunduk pada ketentuan
dalam perjanjian kapitulasi tanpa syarat Jepang terhadap Sekutu, anggota
kempetai tidak mau mengakui lambang-lambang kedaulatan Indonesia.
Selain itu, kehadiran anggota Kempetai yang masih bersenjata lengkap,
dapat menjadi ”petasan dalam saku celana” yang sewaktu-waktu bisa
meledak dan menimbulkan luka bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Sikap Kempetai ini bermuara pada satu hal bagi para pemimpin arek-arek
Suroboyo: cukuplah bagi Kempetai. Maka diputuskanlah untuk menyerang dan
menghancurkan markas Kempetai. Agar serangan lebih memiliki daya rusak
lebih hebat, ada pasukan yang membawa bom yang biasa dijatuhkan dari
pesawat seberat sekitar dua ratus lima puluh kilogram. Bom itu secara
perlahan digeser mendekati kearah markas Kempetai. Namun tidak mudah
untuk mendekati markas Kempetai dan kemudian meledakkan bom itu.
Pasukan Kempetai yang memang terkenal personel pilihan, tidak gampang
menyerah begitu saja meski markasnya telah dikepung arek-arek Suroboyo.
Mereka pun berusaha keras untuk mempertahankan markas mereka. Mengetahui
bahwa ada bom dengan potensi daya ledak yang hebat sedang dibawa ke
markas mereka, anggota Kempetai matian-matian menghambat pergerakan bom
itu dengan menembaki para pembawa bom. Kempetai nampaknya tidak berani
menembaki bom yang dibawa oleh para pejuang, mungkin takut dengan efek
ledakannya.
Satu demi satu pejuang yang bertugas membawa bom gugur atau terluka oleh
tembakan anggota Kempetai. Namun, begitu ada yang gugur atau terluka,
dengan segera akan selalu ada seseorang yang bergegas mengambil alih
membawa bom. Begitu seterusnya korban terus berguguran, tapi pembawa bom
silih berganti muncul. Arek-arek Suroboyo benar-benar bertarung seperti
banteng ketaton (banteng terluka). Tak jarang pejuang berikutnya yang
mengambil alih membawa bom merangkak di atas tumpukan jenasah
rekan-rekan seperjuangannya yang sebelumnya membawa bom. Banjir darah
segar para pemuda bangsa deras mengalir menggenangi jalan. Tapi
arek-arek Suroboyo pantang surut, terus maju mendekati markas Kempetai.
Hingga akhirnya....Bom itu pun berhasil mencapai tempat yang diinginkan.
Selanjutnya...jedhueerrr....! Markas Kempetai, lambang kekejian
paripurna pasukan Jepang, berhasil dijebol. Terbang pula semangat
pasukan Kempetai. Gema takbir bergema dimana-mana diselingi
teriakan-teriakan ”Maatekk ! Koen...C*k...!” (Mampuslah ! Kau...).
Pasukan Kempetai yang dimasa lalu terdengar namanya saja disebut membuat
bergidik banyak orang, akhirnya harus mengakui ketangguhan bertempur
arek-arek Suroboyo.
Untuk mengenang peristiwa yang sangat heroik dan berdarah itu,
pemerintah mendirikan Tugu Pahlawan tepat dilokasi bekas markas
Kempetai. Jika melintas atau mengunjungi Tugu Pahlawan, ingatlah selalu
pengorbanan besar para pemuda yang gugur saat menyerang markas Kempetai.
= = =
Kisah#8: Maunya Gaya Malah Celaka
Anggota TRIP masihlah muda-muda. Maklumlah, dalam kehidupan normal,
mereka semua adalah pelajar. Situasilah yang membuat mereka meninggalkan
bangku sekolah untuk memenuhi panggilan ibu pertiwi, menjadi pagar
pelindung kemerdekaan bangsa.
Bagi anggota TRIP, perang melawan Inggris bukanlah sesuatu yang
menakutkan, malah sesuatu yang menyenangkan dan tentu saja membanggakan.
Ditengah hujan mortir, bom, atau guyuran pelor pasukan Inggris,
terkadang mereka masih sempat berkelakar khas Surabaya. Pasukan Gurkha
yang jadi andalan pasukan Mallaby pun, seringkali malah jadi bahan
becanda diantara mereka. Dalam bahasa remaja sekarang, "perang ? Enjoy
aja !".
Terkadang pula disebagian anggota TRIP muncul sifat sok gaya sebagaimana
layaknya para remaja. Sifat ini terkadang membawa celaka seperti yang
menimpa salah seorang anggota. Entah dia mau sekedar gaya, atau
benar-benar tidak tahu bahaya main-main dengan alat perang. Saat
menembakkan mortir, dengan konyol dia meletakkan landasan mortir kecil
di pahanya. Mungkin karena dianggapnya bobot mortir tidak terlalu berat
baginya. Namun dia tidak memperhitungkan daya hentak alat perang itu
saat melontarkan peluru mortir. Akibatnya memang fatal. Hentakan
landasan mortir saat menembakkan mortir menekan dengan keras paha
anggota TRIP yang sok gaya itu sehingga terluka parah. Terpaksalah dia
libur tidak ikut bertempur melawan Inggris karena lukanya itu.
Bersambung...