Close

PPh Final atas penghasilan WP yang memiliki peredaran bruto tertentu (PP 46 Tahun 2013)

  1. DASAR HUKUM
    1. PP 46 TAHUN 2013 (Berlaku sejak 1 Juli 2013) tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu
    2. PMK-107/PMK.011/2013 (Berlaku sejak 1 Juli 2013) tentang tata cara penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu
    3. PER-32/PJ/2013 (berlaku sejak 25 September 2013) tentang pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh bagi WP yang dikenai PPh berdasarkan PP 46 TAHUN 2013 tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu
    4. PER-37/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Oktober 2013) tentang tata cara penyetoran PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu melalui anjungan tunal mandiri (atm)
  1. SURAT EDARAN TERKAIT
    • SE-42/PJ/2013 tentang pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 46 TAHUN 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
  1. YANG DIKENAKAN PPH FINAL DAN KRITERIA WP YANG DIKENAKAN PPH FINAL
    • Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai PPh yang bersifat final. (Pasal 2 ayat (1) PP 46 TAHUN 2013)
      1. WP yang memiliki peredaran bruto tertentu ini adalah WP yang memenuhi kriteria sebagai berikut: (Pasal 2 ayat (2) PP 46 TAHUN 2013)
        1. WP OP atau WP badan tidak termasuk BUT; dan
        2. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
          • penjelasan terkait Pasal 2 ayat (2) PP 46 TAHUN 2013 :
            • Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,oo (empat 'miliar delapan ratus juta" rupiah) ini ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya termasuk dari usaha cabang, tidak terrnasuk peredaran bruto dari: (Pasal 3 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
              1. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
              2. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
              3. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan
                peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri;
                dan
              4. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
            • Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas ini meliputi: (Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 TAHUN 2013 dan Pasal 2 ayat (3) PMK-107/PMK.011/2013)
              1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
              2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
              3. olahragawan;
              4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
              5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
              6. agen iklan;
              7. pengawas atau pengelola proyek;
              8. perantara;
              9. petugas penjaja barang dagangan;
              10. agen asuransi; dan
              11. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
            • Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan adalah sama dengan tahun kalender. Namun demikian, bagi WP yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku tersebut.
              Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena memenuhi 6 (enam) bulan pertama dari tahun 2013.
      2. Tidak termasuk WP OP yang atas penghasilannya dikenai PPh Final adalah WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: (Pasal 2 ayat (3) PP 46 TAHUN 2013 dan Pasal 2 ayat (4) PMK-107/PMK.011/2013))
        1. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
        2. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
          • penjelasan terkait WP OP yang tidak termasuk WP yang atas penghasilannya dikenai PPh Final :
            • Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong dalam ketentuan ini adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui suatu tempat usaha yang dapat dibongkar pasang, termasuk yang menggunakan gerobak, dan menggunakan tempat untuk kepentingan umum yang menurut peraturan perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. Terhadap Wajib Pajak tersebut atas penghasilannya tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP 46 TAHUN 2013)
      3. Tidak termasuk WP badan yang atas penghasilannya dikenai PPh Final adalah : (Pasal 2 ayat (4) PP 46 TAHUN 2013 dan Pasal 2 ayat (5) PMK-107/PMK.011/2013)
        1. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
        2. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
          • Wajib Pajak ini dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak beroperasi secara komersial. (Pasal 7 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
            • Dalam hal jangka waktu 1 (satu) tahun melewati Tahun Pajak yang bersangkutan ketentuan pengenaan PPh berdasarkan tarif umum UU PPh berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak berikutnya.(Pasal 7 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
    • Catatan :
      1. Ketentuan diatas tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan. (Pasal 5 PP 46 TAHUN 2013)
      2. Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud daIam Pasal 2 ayat (1) PP 46 TAHUN 2013 yang diterima atau diperoleh WP, dikenai PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 6 PP 46 TAHUN 2013)
  1. CARA PENGENAAN PPH FINAL, CARA BAYAR DAN LAPORNYA
    1. Pengenaan PPh ini didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. (Pasal 3 ayat (2) PP 46 TAHUN 2013 dan Pasal 3 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
      • Cara Penghitungan jumlah peredaran bruto :
        1. Dalam hal peredaran bruto dari usaha pada Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan tidak meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan, pengenaan PPh didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan yang disetahunkan. (Pasal 3 ayat (3) PMK-107/PMK.011/2013)
        2. Dalam hal WP baru terdaftar pada tahun pajak 2013 sebelum PMK ini berlaku (sebelum 1 Juli 2013), pengenaan PPh didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang disetahunkan. (Pasal 3 ayat (4) PMK-107/PMK.011/2013)
        3. Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya PMK ini (sejak 1 Juli 2013), pengenaan PPh didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan. (Pasal 3 ayat (5) PMK-107/PMK.011/2013)
    2. PPh terutang (bersifat final) = 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha. (Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 PP 46 TAHUN 2013, Pasal 4 PMK-107/PMK.011/2013 dan huruf E angka 6 SE-42/PJ/2013)
      • Ketentuannya :
        1. Dalam hal peredaran bruto kumulatif WP pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp 4,8 M dalam suatu Tahun Pajak, WP tetap dikenai tarif PPh final 1% (satu persen) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. (Pasal 3 ayat (3) PP 46 TAHUN 2013 dan Pasal 5 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
        2. Dalam hal peredaran bruto WP telah melebihi jumlah Rp 4,8 M pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 3 ayat (4) PP 46 TAHUN 2013 dan Pasal 5 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013))
    3. Contoh Penghitungan PPh Final
    4. Saat dan cara Penyetoran :
      1. WP wajib menyetor PPh final ini ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP, yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. (Pasal 10 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
      2. WP dapat melakukan penyetoran PPh melalui ATM pada Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. (Pasal 2 PER-37/PJ/2013)
        • Ketentuan terkait pembayaran melalui ATM yaitu :
          1. Penyetoran PPh melalui ATM dilakukan dengan memasukkan NPWP, Masa Pajak dan jumlah nominal PPh yang akan dibayar. (Pasal 3 ayat (1) PER-37/PJ/2013)
          2. Atas penyetoran ini, Wajib Pajak menerima BPN dalam bentuk cetakan struk ATM. (Pasal 3 ayat (2) PER-37/PJ/2013)
          3. Dalam hal terdapat kendala pada mesin ATM sehingga BPN tidak dapat tercetak atau tercetak namun tidak dapat dibaca, WP dapat meminta cetak ulang BPN di kantor cabang Bank Persepsi terdekat. (Pasal 3 ayat (3) PER-37/PJ/2013)
            1. Prosedur cetak ulang BPN disesuaikan dengan prosedur pada Bank Persepsi yang bersangkutan. (Pasal 3 ayat (4) PER-37/PJ/2013)
            2. BPN, termasuk cetakan ulang dan salinannya, merupakan sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan SSP dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Pasal 4 ayat (1) PER-37/PJ/2013)
            3. Apabila terdapat perbedaan antara data pembayaran yang tertera dalam BPN dengan data pembayaran menurut MPN, maka yang dianggap sah adalah data pembayaran menurut MPN. (Pasal 4 ayat (2) PER-37/PJ/2013)
            4. BPN setidak-tidaknya mencantumkan elernen-elemen sebagai berikut: (Pasal 4 ayat (4) PER-37/PJ/2013)
              • Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN);
              • Nomor Transaksi Bank (NTB);
              • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
              • Nama Wajib Pajak;
              • Kode Akun Pajak;
              • Kode Jenis Setoran;
              • Masa Pajak;
              • Tahun Pajak;
              • Tanggal transaksi; dan
              • Jumlah nominal pembayaran.
          4. Penyetoran PPh melalui ATM diadministrasikan sebagai penerimaan Negara dengan Kode Akun Pajak 411128 dan KJS 420 (Pasal 5 PER-37/PJ/2013)
      3. KODE AKUN PAJAK DAN KJS : (PER-24/PJ/2013)
        • Kode Akun Pajak : 411128
        • KJS : 420
    5. Saat Pelaporan dan cara pelaporan :
      1. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh final ini wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir, (Pasal 10 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013) (Ketentuan ini diberlakukan mulai masa pajak Januari 2014 (Pasal 16 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013))
      2. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran PPh final ini, dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh, sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada SSP. (Pasal 10 ayat (3) PMK-107/PMK.011/2013)
      3. WP yang menyetor PPh yang bersifat final tetapi SSP-nya tidak mendapat validasi dengan NTPN, wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke KPP sesuai tempat kegiatan usaha WP terdaftar dengan mengisi baris pada angka 11 formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2): (Huruf F angka 4 SE-42/PJ/2013)
        1. kolom Uraian diisi dengan "Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu";
        2. kolom KAP/KJS diisi dengan "411128/420".
      4. Wajib Pajak dengan jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). (Huruf F butir 5 SE-42/PJ/2013)
  1. KETENTUAN TERKAIT PPH POT/PUT (Pasal 6 PMK-107/PMK.011/2013)
    1. Ketentuan terkait PPh Pot/Put yang sudah terlanjur dipotong/dipungut oleh pihak lain : (Huruf F butir 7 SE-42/PJ/2013)
      • Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang dipotong dan/atau dipungut oleh pihak lain diatur sebagai berikut:
        1. atas pemungutan PPh Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dengan menggunakan SSP yang telah diisi atas nama rekanan:
          1. dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke setoran PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui pemindahbukuan; atau
          2. dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
          3. dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
        2. atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain dengan bukti pemotongan dan/atau pemungutan, termasuk pemungutan PPh Pasal 22 atas import :
          1. dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
          2. dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
    2. Terkait Pembebasan PPh Pot/Put :
      1. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang dikenai PPh final berdasarkan PP 46 ini yang berdasarkan ketentuan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain.
      2. Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain ini diberikan melalui Surat Keterangan Bebas.
      3. SKB diterbitkan oleh Kepala KPP tempat WP terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
      4. Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain dapat diajukan sesuai dengan ketentuan PER-1/PJ/2011, sampai dengan ditetapkannya PER DJP yang mengatur mengenai tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 46 TAHUN 2013. (Huruf F butir 8 SE-42/PJ/2013)
        • Ketentuan Selengkapnya tentang SKB PPh Pot/Put berdasarkan PER-1/PJ/2011 KLIK DISINI
        • Sejak 25 September 2013 telah terbit PER DJP terkait tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 46 TAHUN 2013 yaitu PER-32/PJ/2013. Sehingga Tata cara pengajuan SKB nya adalah : (Pasal 4 PER-32/PJ/2013)
          • SELENGKAPNYA KLIK DISINI
  1. KETENTUAN TERKAIT KOMPENSASI RUGI
    1. Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut: (Pasal 8 PP 46 TAHUN 2013)
      1. kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak;
      2. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
      3. kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya.
    2. Kerugian pada bulan Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 dapat dilakukan kompensasi dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final pada Tahun Pajak berikutnya. (Pasal 15 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
      • Wajib Pajak yang melakukan kompensasi kerugian tersebut, wajib melampirkan laporan rugi laba bulan Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2013. (Pasal 15 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
  1. KETENTUAN TERKAIT PPH PASAL 25
    1. WP yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP 46 ini, tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 UU PPh. (Pasal 9 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
    2. Dalam hal WP selain menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP 46 juga menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh, atas penghasilan yang dikenai PPh berdasarkan tarif umum tersebut wajib dibayar angsuran PPh Pasal 25 UU PPh. (Pasal 9 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
    3. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 UU PPh bagi WP yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013 pada Tahun Pajak pertama Wajib Pajak tidak dikenai PPh yang bersifat final, diatur ketentuan sebagai berikut: (Pasal 9 ayat (3) PMK-107/PMK.011/2013)
      1. bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b dan huruf c UU PPh, besaran angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya angsuran pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak tersebut
      2. bagi Wajib Pajak selain WP Pasal 25 ayat (7) huruf b dan huruf c UU PPh, penghitungan besarnya angsuran pajak diberlakukan seperti Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf a UU PPh.
        • Untuk Wajib Paiak orang pribadi, jumlah penghasilan neto yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
        • Catatan terkait :
          1. Isi Pasal 5 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013 :
            • Dalam hal peredaran bruto WP telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP pada Tahun Pajak berikutnya dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh,
          2. Isi Pasal 25 ayat (7) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 :
            • Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
              1. Wajib Pajak baru;
              2. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan
              3. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.
    4. Angsuran PPh Pasal 25 UU PPh dan pajak yang telah dipotong dan/atau dipungut pihak lain boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. (Pasal 9 ayat (5) PMK-107/PMK.011/2013)
    5. Angsuran PPh Pasal 25 UU PPh untuk Masa Pajak Juli 2013 sampai dengan Desember 2013 bagi WP yang memiliki peredaran bruto tertentu yang juga menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh, dapat mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu. (Huruf F butir 9 SE-42/PJ/2013)
  1. KETENTUAN TERKAIT SPT TAHUNAN
    • Atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh yang bersifat final menurut ketentuan PP 46 TAHUN 2013 dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final pada:
      1. bagi WP OP : lampiran III bagian A butir 14 (Penghasilan Lain yang Dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat Final, Formulir 1770-111) ;
      2. bagi WP Badan : lampiran IV bagian A butir 16 dengan mengisi "Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu" (Formulir 1771-1V)
    • Penghitungan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2013:
      1. peredaran usaha dihitung berdasarkan seluruh peredaran usaha selama Tahun Pajak 2013, tidak termasuk peredaran usaha pada Masa Pajak Juli 2013 sampai dengan Desember 2013 yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
      2. bagi Wajib Pajak orang pribadi, untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun;
      3. angsuran PPh Pasal 25 UU PPh Masa Pajak Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
  1. KETENTUAN TERKAIT SANKSI ADMINISTRASI PASAL 9 AYAT 2a UU KUP
    • kepada Kepala Kanwil MP agar menghapuskan sanksi administrasi Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP dalam STP yang diterbitkan untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Desember 2013. (Huruf G butir 2 SE-42/PJ/2013)
      • Isi ketentuan Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP :
        • Pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.