Close

Tarif PPh Atas Hadiah Undian


Hadiah undian, dengan nama dan dalam bentuk apa pun merupakan Objek PPh yang bersifat final. Tarif pemotongan PPh yang bersifat final adalah 25% dari jumlah bruto hadiah undian dan dipotong oleh penyelenggara undian.
NoTarifBesaran Hadiah Undian
125% (dua puluh lima persen)Jumlah bruto hadiah undian
Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan berupa hadiah undian adalah Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000.

Tarif PPh Atas Transaksi Saham di Bursa

Penghasilan dari penjualan saham di bursa merupakan objek PPh yang bersifat final. Tarif pemungutan PPh yang bersifat final adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham.
Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Transaksi penjualan saham pendiri dikenakan tambahan PPh dengan tarif 0,5% (setengah persen) dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996;
  2. Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997, maka nilai saham pendiri ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana;
  3. Penyetoran tambahan PPh atas saham pendiri dilakukan oleh emiten atas nama pemilik saham pendiri:

    1. selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 (tanggal 29 Mei 1997), apabila saham perusahaan telah diperdagangkan di bursa efek sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan;
    2. selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa, apabila saham perusahaan baru diperdagangkan di bursa efek pada saat atau setelah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan (tanggal 29 Mei 1997);
  4. Wajib Pajak yang memilih untuk memenuhi kewajiban PPhnya tidak berdasarkan angka 3 di atas, atas penghasilan dari transaksi penjualan saham pendiri dikenakan PPh sesuai dengan tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang PPh.
Dengan demikian tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek adalah sebagai berikut:
NoTarifBesaran Transaksi Saham
10,1% (nol koma satu persen)Nilai transaksi penjualan saham
2Tambahan 0,5% (nol koma lima persen)Nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa efek di akhir tahun 1996
3Tambahan 0,5% (nol koma lima persen)Nilai saham pada saat Penawaran Umum Perdana (IPO) dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997

Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa adalah:
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997;
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/ 1997.

Tarif PPh Atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

Penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri adalah merupakan objek PPh yang bersifat final. Tarif PPh atas penghasilan ini adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.
Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).
Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah:
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002;
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002;
  3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./ 2002;
  4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./ 1996.

Pembelian dari Pedagang Pengumpul dan Bukan Pedagang Pengumpul

Badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dan menjual hasil-hasil tersebut kepada badan usaha industri dan/atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan. Perhatikan contoh di bawah ini.
PT Rubber adalah eksportir karet yang telah ditunjuk oleh KPP sebagai pemungut PPh Pasal 22, melakukan transaksi sebagai berikut:
  1. Tanggal 9 Februaru 2011 membeli bahan olahan karet dari PT Perkebunan Nusantara yang menjual bahan olahan karet hasil perkebunan sendiri senilai Rp. 600 juta; dan
  2. Tanggal 17 Februari 2011 membeli bahan olahan karet dari Tuan Eko, seorang pedagang besar yang membeli hasil karet dari petani karet di sekitar daerahnya senilai Rp. 100 juta.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan terkait transaksi tersebut?
PT Rubber Jaya melakukan pemungutan PPh Pasal 22 hanya atas transaksi dengan Tuan Eko karena PT Perkebunan Nusantara tidak termasuk dalam pengertian pedagang pengumpul.
PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT. Rubber Jaya adalah:
=0,25% x Rp. 100 juta = Rp. 250.000,-
PT Rubber Jaya wajib:
  1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp. 250.000,- pada saat pembelian yaitu tanggal 17 Februari 2011 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
  2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas pembelian dari pedagang pengumpul selama bulan Februari 2011 paling lambat tanggal 10 Maret 2011;
  3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak Februari 2011 paling lambat tanggal 21 Maret 2011.

Tarif PPh Atas Hadiah Perlombaan

PT Cell Indonesia Distributor merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha perdagangan, pemasaran dan distribusi handphone dengan merek "Celli" melalui distributor yang meliputi wilayah pemasaran seluruh Indonesia. Dalam bulan September 2011, PT Cell Indonesia Distributor memberikan diskon sebesar Rp. 20 juta kepada PT Bagusphone atas pembelian pada bulan September 2011 sebesar Rp. 200 juta. Dalam diskon dimaksud dicantumkan sebagai pengurang harga penjualan baik pada invoice penjualan maupun Faktur Pajak Keluaran.
Dalam rangka meningkatkan volume penjualan, berdasarkan perjanjian kerjasama antara pihak PT Cell Distributor Indonesia dengan PT Bagusphone, disepakati bahwa PT Cell Indonesia Distributor memberikan komisi penjualan berupa tambahan diskon/rabat kepada PT Bagusphone berdasarkan pencapaian target tertentu yang telah ditetapkan.
Penjualan handphone PT Bagusphone bulan September 2011 telah memasuki target, sehingga pada tanggal 25 Oktober 2011 PT Cell Indonesia Distributor memberikan komisi penjualan berupa tambahan diskon sebesar Rp. 25 juta. Bagaimanakah kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
Mengingat komisi penjualan berupa tambahan diskon/rabat tersebut:
  1. diterima oleh Wajib Pajak Badan (PT Bagusphone);
  2. merupakan penghargaan atas pencapaian target penjualan; maka atas pembayaran komisi penjualan tersebut termasuk dalam pengertian penghargaan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang wajib dilakukan pemotongan oleh PT Cell Indonesia Distributor.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar:
=15% x Rp. 25 juta = Rp. 3.750.000,-
Kewajiban PT Cell Indonesia Distributor sebagai Pemotong PPh Pasal 23 adalah:
  1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp. 3.750.000,- dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT Bagusphone;
  2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut paling lambat tanggal 10 November 2011;
  3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2011 paling lambat tanggal 21 November 2011.

Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Administrasi

Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

LINGKUP PEMERIKSAAN
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

KEWAJIBAN WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN
Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa adalah:
  1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor;
  2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
  3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan;
  4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
  5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor;
  6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
HAK-HAK WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN
Hak-hak Wajib Pajak dalam pemeriksaan antara lain:
  1. Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
  2. Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
  3. Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
  4. Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT
  5. Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan
HASIL PEMERIKSAAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Berdasarkan pemeriksaan, jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.Tabel sanksi administrasi yang ada dalam surat ketetapan pajak disajikan dalam uraian dibawah ini.

Sanksi denda:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
17 (1)SPT Terlambat disampaikan :



a. MasaRp100.000 atau Rp500.000Per SPT


b. TahunanRp100.000 atau Rp 1.000.000Per SPT
28 (3)Pembetulan sendiri dan belum disidik150%Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
314 (4)pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;2%Dari DPP


pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap2%Dari DPP


PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak2%Dari DPP
Sanksi bunga:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1.8 (2 dan 2a)Pembetulan SPT Masa dan Tahunan2%Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2.9 (2a dan 2b)Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan2%Per bulan, dari jumlah pajak terutang
3.13 (2)Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB2%Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
4.13 (5)SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya48%Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar.
5.14 (3)a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar2%Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan


b. SPT kurang bayar2%Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan

14 (5)PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan2%Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
6.15 (4)SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya48%Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7.19 (1)SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar2%Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
8.19 (2)Mengangsur atau menunda2%Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9.19 (3)Kekurangan pajak akibat penundaan SPT2%Atas kekurangan pembayaran pajak


Sanksi kenaikan:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1.8 (5)Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya SKP50%Dari pajak yang kurang dibayar
2.13 (3)Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29



a. PPh yang tidak atau kurang dibayar50%Dari PPh yang tidak/ kurang dibayar


b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan100%Dari PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut


c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar100%Dari PPN/ PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
3.15 (2)Kekurangan pajak pada SKPKBT100%Dari jumlah kekurangan pajak tersebut

Keberatan Pajak (Tingkat Lanjut)

Guna memberikan pemahaman lebih lanjut kepada Wajib Pajak terkait proses keberatan, berikut ini disajikan artikel yang disarikan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52/PJ/2010 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Artikel ini disarikan apa adanya, dan diharapkan bagi Wajib Pajak untuk berpedoman langsung kepada peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut.

PROSEDUR PENGAJUAN KEBERATAN
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu:
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
  5. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Keberatan diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP dengan surat keberatan.
Surat keberatan wajib memenuhi syarat:
  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan dan dilampirkan dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti pemungutan, atau bukti pemotongan;
  3. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak atau untuk 1 (satu) pemotongan atau pemungutan pajak;
  4. melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan disertai fotokopi bukti pelunasannya (persyaratan ini hanya berlaku untuk pengajuan keberatan atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang berkaitan dengan Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan seterusnya);
  5. diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur); dan
  6. ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut wajib dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU KUP.
Surat Keberatan dapat dibuat sebagaimana contoh berikut.

PENYAMPAIAN SURAT KEBERATAN
Penyampaian Surat Keberatan dapat melalui saluran sebagai berikut:
  1. Surat keberatan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP):
    1. secara langsung;
    2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
    3. dengan cara lain.
  2. Penyampaian surat keberatan dengan cara lain meliputi:
    1. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
    2. e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) atau fasilitas e-Filing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  3. Bukti penerimaan surat keberatan, dalam hal disampaikan:
    1. secara langsung adalah Bukti Penerimaan Surat;
    2. melalui pos adalah bukti pengiriman surat;
    3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir adalah bukti pengiriman surat;
    4. melalui e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) atau fasilitas e-Filing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah bukti penerimaan elektronik.
  4. Surat keberatan yang tidak disampaikan ke KPP merupakan surat yang tidak disampaikan pada tempatnya dan tidak dipertimbangkan, sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan keberatan. Unit kantor Direktorat Jenderal Pajak yang menerima surat keberatan tersebut mengembalikan surat keberatan kepada Wajib Pajak dan memberitahukan secara tertulis dimana KPP tempat penyampaian surat keberatan yang seharusnya, paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat keberatan (menggunakan formulir berikut).

SAAT DITERIMANYA SURAT KEBERATAN
Saat diterimanya surat keberatan menentukan jangka waktu penerbitan keputusan atas surat keberatan tersebut. Dalam hal surat keberatan disampaikan:
  1. secara langsung adalah sesuai tanggal terima yang tercantum pada bukti penerimaan surat yang diberikan oleh KPP;
  2. melalui pos adalah sesuai tanggal stempel pos yang tercantum pada bukti pengiriman surat;
  3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir adalah sesuai tanggal pengiriman yang tercantum pada bukti pengiriman surat; atau
  4. dengan e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP) adalah sesuai tanggal yang tercantum pada bukti penerimaan elektronik.

PEMBERITAHUAN SURAT KEBERATAN MEMENUHI SYARAT FORMAL
Apabila Surat Keberatan Wajib Pajak memenuhi persyaratan, maka:
  1. Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak bahwa surat keberatannya memenuhi persyaratan (menggunakan formulir berikut).
  2. Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan dan tidak dipertimbangkan, sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan keberatan.
  3. Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak bahwa surat keberatannya tidak memenuhi persyaratan (menggunakan formulir berikut).

PERMINTAAN KETERANGAN TERKAIT DASAR PENGENAAN PAJAK ATAU PENGHITUNGAN RUGI
Sebelum mengajukan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi kepada Direktur Jenderal Pajak melalui KPP paling lama 2 (dua) bulan setelah tanggal pengiriman surat ketetapan pajak. Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak secara tertulis kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak diterima. Jangka waktu pemberian keterangan tersebut tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan (lihat bagian JANGKA WAKTU PENGAJUAN KEBERATAN).
Meskipun jangka waktu 2 (dua) bulan telah terlampaui, Wajib Pajak masih dapat meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi kepada Direktur Jenderal Pajak melalui KPP, dan atas permintaan tersebut, Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak secara tertulis.

PROSES PENYELESAIAN KEBERATAN
Dalam proses penyelesaian keberatan, terdapat beberapa tahapan penyelesaian sebagai berikut:
  1. Peminjaman Data dan Pemberian Keterangan
    Dalam proses penyelesaian keberatan, Kepala Unit Pelaksana Penelitian keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat:
    1. meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak (menggunakan formulir berikut) dan Wajib Pajak wajib memenuhi paling lama 15 hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat peminjaman dan/atau permintaan;
    2. meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan (menggunakan formulir berikut), dan Wajib Pajak wajib memenuhi paling lama 15 hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat peminjaman dan/atau permintaan;
    3. meminta pihak lain diluar Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan data dan atau keterangan (menggunakan formulir berikut); dan atau
    4. meninjau ke tempat Wajib Pajak jika diperlukan
    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas suatu pemotongan atau pemungutan pajak, Wajib Pajak wajib menyerahkan asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan surat pernyataan yang menyatakan bahwa pemotongan atau pemungutan pajak belum atau tidak akan dikreditkan.
  2. Peminjaman Data dan Pemberian Keterangan Yang Kedua
    Apabila sampai dengan jangka waktu 15 hari kerja sejak tanggal dikirimkannya surat peminjaman dan/atau permintaan, Wajib Pajak belum meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau belum memberikan keterangan yang diminta, maka Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan peminjaman dan/atau permintaan yang kedua dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak batas waktu tersebut diatas berakhir. Wajib Pajak wajib memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yang kedua ini paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat peminjaman dan/atau permintaan.
    Dalam hal masih diperlukan, Wajib Pajak wajib meminjamkan bukti tambahan dan/atau memberikan penjelasan, dalam jangka waktu sebagaimana disebut dalam surat peminjaman dan/atau permintaan tambahan.
  3. Wajib Pajak Tidak Memenuhi Permintaan Data
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya peminjaman dan/atau permintaan serta tidak menyerahkan asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan surat pernyataan yang menyatakan bahwa pemotongan atau pemungutan pajak belum atau tidak akan dikreditkan, keberatan tetap diproses sesuai dengan data yang ada atau diterima dan Kepala Unit Pelaksana Penelitian keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak membuat Berita Acara (menggunakan formulir berikut).
  4. Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain dalam rangka Keberatan
    Dalam hal diperlukan, untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan. Pemeriksaan yang dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
  5. Pembahasan Sengketa Perpajakan
    Dalam proses penyelesaian keberatan, Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembahasan sengketa perpajakan yang diajukan keberatan dengan Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang terkait.
    Dalam pembahasan sengketa perpajakan tersebut, Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat memanggil Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang terkait untuk melakukan pembahasan sengketa perpajakan yang diajukan keberatan (menggunakan formulir berikut untuk Wajib Pajak atau berikut untuk pihak lain).
    Dalam hal Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak memanggil Wajib Pajak dan/atau pihak lain untuk melakukan pembahasan sengketa perpajakan yang diajukan keberatan, surat pemanggilan dikirimkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pembahasan sengketa perpajakan.
    Pembahasan sengketa perpajakan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Sengketa Perpajakan (menggunakan formulir berikut).
  6. Data dan/atau Informasi yang Tidak Diberikan pada saat Pemeriksaan
    Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
    Dalam hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum diminta pada saat proses pemeriksaan tetapi diperlukan dan diminta oleh Direktur Jenderal Pajak serta diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang disengketakan.
    Dalam hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum diminta pada saat proses pemeriksaan dan keberatan tetapi diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang disengketakan.
  7. Permintaan Hadir, Penjelasan Hasil Penelitian Keberatan, dan Tanggapan atas Hasil Penelitian Keberatan
    Sebelum menerbitkan Surat Keputusan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib meminta Wajib Pajak untuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak dengan (menggunakan formulir berikut).
    Surat Pemberitahuan Untuk Hadir tersebut harus dilampiri dengan Pemberitahuan Hasil Penelitian Keberatan (menggunakan formulir berikut) dan Formulir Surat Tanggapan Hasil Penelitian Keberatan (menggunakan formulir berikut).
    Pemberian keterangan dan penjelasan tersebut dituangkan dalam Berita Acara (menggunakan formulir berikut atau berikut).
    Apabila Wajib Pajak tidak memanfaatkan kesempatan untuk hadir:
    1. dibuat Berita Acara (menggunakan formulir berikut atau berikut); dan
    2. proses keberatan tetap dapat diselesaikan.
  8. Pencabutan Surat Keberatan
    Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan (sesuai dengan tanggal kirim) kepada Wajib Pajak. Pencabutan pengajuan keberatan tersebut diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Penelitian keberatan secara tertulis.
    Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP.
    Kepala Unit Pelaksana Penelitian keberatan wajib memberikan jawaban atas pencabutan pengajuan keberatan (menggunakan formulir berikut jika belum diterbitkan SPUH atau berikut jika sudah diterbitkan SPUH), paling lama 5 (lima) hari kerja sejak surat pencabutan pengajuan keberatan diterima.
    Dalam hal pencabutan pengajuan keberatan tidak memenuhi syarat maka proses keberatan tetap diselesaikan dengan penerbitan Surat Keputusan keberatan.
  9. Kuasa dalam Proses Keberatan
    Pasal 15 Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dalam rangka proses penyelesaian keberatan, kuasa Wajib Pajak harus menyerahkan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU KUP.
  10. Jangka Waktu Penyelesaian Keberatan
    Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak saat diterimanya surat keberatan. Keputusan atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
    Apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Keputusan keberatan paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu tersebut berakhir.
    Keputusan atas keberatan diberikan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan (untuk jenis pajak PPh Wajib Pajak Badan/Orang Pribadi menggunakan formulir berikut, untuk jenis pajak PPh Wajib Pajak Pemotong/Pemungut menggunakan formulir berikut, serta untuk jenis pajak PPN sebelum tahun 2010 menggunakan formulir berikut, sesudah tahun 2010 menggunakan formulir berikut) dan melampirkan Pemberitahuan tertulis mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak (menggunakan formulir berikut).
    Keputusan keberatan harus disampaikan kepada Wajib Pajak melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, dengan tanda bukti pengiriman surat.
  11. Permintaan Keterangan Tertulis terkait Dasar Keputusan Keberatan
    Jika diperlukan, sebelum mengajukan banding, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP mengenai alasan yang menjadi dasar untuk mengabulkan sebagian atau menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang dalam surat keberatan Wajib Pajak.
    Atas permintaan tersebut, Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak diterima. Jangka waktu pemberian keterangan tersebut tidak menunda jangka waktu pengajuan banding.

PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri

Kegiatan Membangun Sendiri Yang Dikenakan PPN
Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila :
  1. kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, termasuk yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi atas kegiatan membangun tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
  2. bangunan adalah berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
    1. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
    2. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha;
    3. luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (tiga ratus meter persegi).
Tarif Dan Dasar Pengenaan Pajak
  1. Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN sebesar 10 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
  2. Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
  3. Termasuk dalam pengertian jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah PPN yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.
Saat Dan Tempat Pajak Terutang
  1. Saat yang menentukan PPN terutang adalah saat mulai dibangunnya bangunan.
  2. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
  3. Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
Penyetoran Dan Pelaporan
  1. PPN yang terutang sebesar 10% x 40% dari seluruh biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan pada setiap bulannya, harus disetorkan seluruhnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama orang pribadi atau badan yang melaksanakan kegiatan membangun sendiri ke Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
    Dalam hal kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran PPN tersebut merupakan pembayaran PPN untuk kegiatan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP yang bersangkutan.
  2. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan pada KPP di tempat bangunan tersebut berada dengan mempergunakan SSP lembar ketiga bukti setoran PPN paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
  3. Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
  1. Dalam hal bangunan sebagai hasil kegiatan membangun sendiri digunakan oleh pihak lain sebagai tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib menyerahkan bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri kepada pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut;
  2. Dalam hal orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain tidak dapat menunjukkan bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.

PPN Terutang Bagi PKP yang Melakukan Kegiatan Tertentu (Pedagang Kendaraan Motor Bekas dan Pedagang Emas)

Pengertian
  1. Kegiatan Usaha Tertentu adalah kegiatan usaha yang semata-mata melakukan :
    1. penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran; atau
    2. penyerahan emas perhiasan secara eceran.
  2. Kendaraan bermotor bekas adalah kendaraan bermotor beroda dua atau lebih, yang bukan baru, memiliki nomor polisi dan telah terdaftar pada instansi yang berwenang.
  3. Pengusaha Kendaraan Bermotor Bekas adalah orang pribadi atau badan yang kegiatan usahanya melakukan penjualan Kendaraan Bermotor Bekas.
  4. Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari emas dan atau logam mulia lainnya, termasuk yang dilengkapi dengan batu permata dan atau bahan lain yang melekat atau terkandung dalam emas perhiasan tersebut;
  5. Harga Jual Emas Perhiasan adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan karena penyerahan emas perhiasan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
  6. Kegiatan yang dilakukan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan meliputi;:
    1. membuat dan atau menjual emas perhiasan;
    2. membuat emas perhiasan berdasarkan pesanan;
    3. menyuruh orang lain untuk membuat emas perhiasan yang akan dijual;
    4. jual beli emas perhiasan;
    5. jual beli emas perhiasan dengan batu permata;
    6. memperbaiki dan memodifikasi emas perhiasan;
    7. jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan.
Kewajiban Pengkreditan Pajak Masukan
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, dalam menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, wajib menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
Yang Perlu Dilakukan Oleh Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas dan emas perhiasan wajib membuat Faktur Pajak, memungut, dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, serta melaporkannya pada Surat Pemberitahuan Masa PPN.
Tarif Dan Dasar Pengenaan Pajak
Penyerahan Kendaraan Bekas oleh Pengusaha Kendaraan Bermotor Bekas dan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan terutang PPN sebesar 10% dari peredaran usaha.
Penghitungan PPN Yang Terutang
Penghitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  1. PPN yang terutang atas penyerahan kendaraan bermotor bekas dan emas perhiasan oleh Pengusaha Kena Pajak adalah 10% X Dasar Pengenaan Pajak;
  2. Jumlah PPN yang harus dibayar adalah sebagi berikut:
    1. 1% X jumlah seluruh penyerahan kendaran bermotor bekas;
    2. 2% X jumlah seluruh penyerahan emas perhiasan;
  3. Pajak Masukan berkenaan dengan penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas dan Emas Perhiasan yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu yang menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak tidak dapat dikreditkan;
  4. Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tidak dapat dibebankan sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.
Ketentuan Peralihan Kegiatan Usaha
Dalam hal pada suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu beralih usaha di luar Kegiatan Usaha Tertentu, berlaku ketentuan sebagai berikut :
  1. Pengusaha Kena Pajak dapat menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan menggunakan :
    1. Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan bagi pengusaha Kena Pajak yang memiliki peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah); atau
    2. Menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran Apabila peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah);
  2. Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran apabila peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun buku di atas Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah), Terhitung sejak Masa Pajak saat Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan Kegiatan Usaha Tertentu.
Ketentuan Atas Pengembalian Barang Kena Pajak
Dalam hal terjadi pengembalian (retur) Barang Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikembalikan atau diretur oleh pembeli, mengurangi Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak penjual dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

Ketentuan Baru Faktur Pajak Tahun 2013


Direktorat Jenderal Pajak kembali mengeluarkan ketentuan baru mengenai faktur pajak, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor  PER - 08/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-24/PJ/2012TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
.  Peraturan Dirjen Pajak ini diterbitkan sebagai pelaksanaan dari Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012.  Sebagaimana diketahui pula bahwa Peraturan Dirjen Pajak ini menggantikan peraturan yang lama yaitu PER-13/PJ/2010 yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan Dirjen Pajak ini akan efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2013, sehingga sejak awal April 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Beberapa ketentuan yang mengalami perubahan terkait ketentuan baru mengenai faktur pajak akan coba saya uraikan.

Kapan Faktur Pajak Harus Dibuat

Salah satu hal yang diatur dalam peraturan baru ini adalah tentang kapan faktur pajak harus dibuat. Di dalam peraturan lama (PER-13/PJ/2010) diatur bahwa faktur pajak harus dibuat pada:

  1. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
  2. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
  3. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
  4. saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Di dalam PER-24/PJ/2012, ada penambahan satu kondisi baru yang ditentukan sebagai saat faktur pajak harus dibuat berupa penambahan butir e yaitu; saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apabila pengusaha kena pajak menerbitkan faktur pajak melewati batas waktu sebagaimana disebutkan diatas, akan dikenai sanksi administrasi sesuai Pasal 14 ayat (4) Undang-undang KUP.
Dan apabila penerbitan faktur pajak tersebut diterbitkan melewati jangka waktu tiga bulan sejak faktur pajak seharusnya dibuat, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) dianggap tidak menerbitkan faktur pajak. Konsekuensinya, PKP Pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau Penerima Jasa Kena Pajak (JKP) yang menerima faktur pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan PPN yang tercantum didalamnya sebagai Pajak Masukan.

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak

Sebagaimana kita ketahui, jumlah digit untuk kode dan nomor seri faktur pajak menurut ketentuan sebelumnya berjumlah 16 digit.  Tidak ada perubahan dari sisi jumlah digit kode dan nomor seri faktur pajak pada ketentuan yang baru, tetapi ada sedikit perubahan pengaturan format nomornya. Enam belas digit tersebut terdiri atas; 2 digit Kode Transaksi, 1 digit Kode Status dan 13 digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Nomor Seri Faktur Pajak (13 digit) akan diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai permintaan PKP. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur Pajak ke PKP dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001 dan seterusnya.

Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : 010.900-13.00000001

Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak

Untuk dapat menggunakan nomor seri faktur pajak, PKP harus mengajukan permintaan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PKP dikukuhkan (terdaftar), dengan cara menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak dengan formulir yang telah ditentukan. Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak kepada PKP yang telah memiliki Kode Aktivasi dan Password. Persyaratan lainnya, PKP harus telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir.

Kode Aktivasi dan Password

Untuk mendapatkan Kode Aktivasi dan Password, PKP harus mengajukan permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat (di mana PKP dikukuhkan/terdaftar) dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan. Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan Kode Aktivasi dan Password dalam hal PKP telah memenuhi syarat sebagai berikut :
  1. PKP telah dilakukan Registrasi Ulang oleh Kantor Pelayanan Pajak dimana PKP dikukuhkan/terdaftar berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-05/PJ/2012, atau
  2. PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012.
Surat pemberitahuan Kode Aktivasi akan dikirimkan ke alamat PKP melalui pos, sedangkan Password akan dikirimkan melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.

Faktur Pajak Tidak Lengkap

Di dalam ketentuan yang baru ini (PER-24/PJ/2012) tidak mengenal lagi istilah faktur pajak cacat. Faktur Pajak Cacat diganti dengan istilah Faktur Pajak Tidak Lengkap. Yang dimaksud dengan Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN, dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya, dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam PER-24/PJ/2012.
Yang termasuk sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah sebagai berikut :
  • Faktur Pajak tidak diisi secara lengkap, jelas dan benar
  • Faktur Pajak tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatangani faktur pajak
  • Faktur Pajak menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda dalam tahun pajak yang sama
  • Faktur Pajak yang diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan
  • Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP yang tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dimana PKP dikukuhkan/terdaftar perihal nama pejabat/pegawai yang berhak menandatangani faktur pajak.
Dan perlu menjadi catatan, PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan PPN yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap.

Terlampir adalah Formulir yang dipakai untuk mengajukan Permohonan Kode Aktivasi dan Password dan Formulir Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak.



Files: 
Semoga bermanfaat.

http://pajakita.blogspot.com/