Skip to content
KIBLAT.NET, Jakarta – Sepekan lebih bentrokan di Puger
telah berlalu, namun berita soal syiah di Indonesia tak pernah ada
hentinya. Saat kasus bentrokan antara warga aswaja dengan syiah di
Jember meredup, datang berita baru dari Mahkamah Konstitusi yang menolak
gugatan gembong syiah Sampang, Tajul Muluk pada Kamis (19/09) kemarin.
Geliat syiah di Indonesia belakangan semakin menguat. Tidak hanya
muncul dalam penyebaran wacana seperti acara-acara di kampus dan majlis
taklim, kelompok syiah Indonesia pun gencar mengekspresikan identitasnya
di depan publik secara terang-terangan seperti aksi turun ke jalan saat
perayaan Hari Quds Internasional pada bulan Agustus 2013 lalu.
Meletusnya tragedi Suriah sejak Maret 2011 pun turut menguak kedok
kelompok syiah sebenarnya. Dalam laman beritaprotes.co, kaum syiah
Indonesia melalui Yayasan Saifik (ISIS) bersama dengan Garda Kemerdekaan
yang digagas oleh wartawan Tempo Ahmad Taufik dan Drs. Abdul Cholik
Wijaya membuka pendaftaran bagi relawan Indonesia yang mau bertempur di
Suriah. Melihat dari muatan berita dan alasan ideologinya, kita pasti
takkan berpikir bahwa mereka ke Suriah berjuang untuk membantu rakyat
Suriah yang merupakan lawan ideologi rezim Bashar Assad.
Seperti dikutip dalam artikel tulisan Toni Syarqi berjudul ‘Krisis
Suriah dan Bangkitnya Syiah Militan’, disebutkan bahwa dalam sebuah
wawancara dengan Tabloid Intelijen edisi Edisi 16-29 Juni 2006, Prof.
Dawam Raharjo selaku pendiri ormas Garda Kemerdekaan menyatakan,
“Awalnya Garda Kemerdekaan dari orang-orang Syiah yang khawatir menjadi
sasaran berikutnya (setelah Ahmadiyah) dari aksi kekerasan.” Saat itu,
Tabloid Intelijen sedang meliput kontroversi seputar Ahmadiyah, di mana
GK menjadi pembela ajaran tersebut.
Ide mengirim kombatan Indonesia ke Suriah sangat menarik untuk
dicermati. Selama ini, Indonesia bukanlah penganut program wajib
militer, sehingga sulit menemukan sosok kombatan dari masyarakat
sipilnya. Kecuali memang ada sekelompok masyarakat sipil tertentu yang
melatih diri dengan keterampilan ala kombatan. Dan, GK dikenal sebagai
organisasi sipil yang melatih diri dengan keterampilan militer.
Sebagaimana dimuat dalam Tabloid Intelijen edisi di atas, Ahmad
Taufik menegaskan kelompoknya telah melakukan latihan fisik. “Tempatnya
di Megamendung dan juga hiking di Gunung Salak,” jawabnya. Sementara
Prof. Dawam Raharjo selaku pendiri sekaligus penasehat GK menambahkan,
“Malah yang melatih itu orang baret merah itu, apa namanya, Kopassus.
Pokoknya ada orang Kopassus yang mau membantu dalam pelatihan.” Penjaga
sebuah villa di Megamendung yang diklarifikasi Tabloid Intelijen juga
membenarkan. “(Mereka) Meluncur dengan tali, merayap dan
berguling-guling ala latihan militer di lapangan sempat juga dilakukan.”
Melihat gelagat seperti itu, keberadaan milisi yang dibentuk oleh
Syiah bukanlah sekedar mimpi di siang bolong. Dalam satu pertemuan yang
diadakan oleh pihak Dewan Keamanan Nasional pada bulan September 2013,
pihak intelijen telah memastikan bahwa ada sejumlah orang dari Indonesia
yang dikirim ke Baalbek, Lebanon. Pada pertemuan yang membahas masalah
ketahanan di Indonesia, salah seorang petinggi BIN yang juga aktif di
salah satu ormas Islam mengatakan, “Kelompok syiah Indonesia telah
mengirimkan 17 orang melalui jalur bawah tanah untuk dilatih menjadi
petempur dan penembak jitu ke Baalbek,” ujarnya. Kawasan Baalbek Lebanon
dikenal sebagai wilayah kekuasaan milisi Hizbullah pimpinan Hasan
Nasrullah.
Syiah sendiri di dunia internasional memang dikenal memiliki banyak
brigade militan yang memiliki kecakapan militer yang sangat mumpuni.
Yang paling dikenal adalah Hizbullah Lebanon dan Islamic Revolutionary
Guards Corps (IRGC), yang sering disebut Korps Garda Revolusi Iran.
Pengawal Revolusi ini terpisah dari angkatan bersenjata nasional Iran,
yang biasa dipanggil Artesh (tentara; dalam bahasa Persia) dan dibentuk
pada Mei 1979 sebagai kelompok kekuatan yang loyal kepada Pemimpin
Tertinggi Ayatullah Ruhollah Khomeini.
Kemudian, pasukan ini menjadi kekuatan bersenjata penuh di samping
angkatan bersenjata dalam perang Iran-Irak yang memiliki kekuatan
potensial sebelas juta orang. Garda Revolusi Iran dikenal sebagai
kekuatan militer yang memiliki pasukan darat, air, udara, intelijen dan
pasukan khusus. Di samping itu masih ada Pasukan Basij, walaupun Basij
merupakan pasukan sukarelawan, dan terdiri dari 90.000 tentara reguler
dan 300.000 cadangan.
Pasukan Badar, Milisi Syiah di Jember
Melihat beberapa kasus gejolak sunni-syiah di Indonesia, belakangan
kekuatan kelompok syiah di Indonesia mulai terukur. Di Sampang
contohnya, bentrokan antara warga dengan para pengikut Tajul Muluk
diwarnai adegan saling menyerang antara kedua belah pihak. Bahkan, pihak
syiah telah menyiapkan diri dengan memasang ranjau dari bom ikan berisi
pecahan logam dan kelereng. Walhasil, warga yang terkena ledakan ranjau
tersebut harus diamputasi kakinya agar bisa diselamatkan.
Saat Kiblatnet berkunjung ke Kecamatan Puger, Jember pada 13
September 2013 lalu untuk menginvestigasi kasus bentrokan antara warga
aswaja dengan pendukung Ponpes Darus Sholihin, Kiblatnet mendapatkan
informasi menarik soal keberadaan pasukan semi-militer kelompok syiah.
Salah seorang tokoh masyarakat di Puger, Jember menuturkan kepada
Kiblatnet bahwa orang-orang syiah sejak lama telah membuat pasukan
semimiliter yang disebut sebagai Pasukan Badar. Pasukan Badar ini
sengaja dibuat untuk meneror acara pelantikan pengurus cabang ormas
Nahdlatul Ulama (NU).
“Ketika pelantikan MWC NU di pondoknya Ustadz Maulana Syuhada. Itu
malamnya mereka mengirim Pasukan Badar, pasukan terlatih. Istilahnya
kalau NU semacam Banser-nya. Saat malam kegiatan pelantikan NU yang
dihadiri oleh mutawakil. Mereka berbaris dengan meneriakkan yel-yel
unjuk kekuatan,” ujar salah seorang tokoh masyarakat Puger kepada
Kiblatnet.
Menurutnya, saat itu masyarakat Puger masih belum banyak yang
mengenal apa itu syiah. Namun, kelompok syiah sudah berani unjuk gigi.
Mereka berbaris di jalan menuju Pondok pesantren yang diasuh Ustadz
Maulana dengan yel-yel: “Kami punya kapten laut, Bendera-bendera harap
dicabut!”
Yel-yel tersebut diteriakkan oleh puluhan orang sambil berbaris
mengelilingi pondok. ‘Kapten Laut’ yang dimaksud adalah putera Habib
Ali. Sedangkan, ‘Bendera-Bendera’ yang dimaksud adalah sekitar 50-an
bendera NU yang dipasang di sekitar area kegiatan pelantikan pengurus
MWC Nu tersebut.
Habib Ali bin Umar Al-Habsyi, pengasuh Ponpes Darus Sholihin yang
disebut oleh MUI Jember mengajarkan syiah memang memiliki seorang anak
yang berdinas di marinir Angkatan Laut Surabaya. Ia adalah Mayor (Laut)
Isa Al-Mahdi. Saat ini, tanpa alasan yang jelas Isa Al-Mahdi pensiun
dini dari karirnya di Angkatan Laut dan mencalonkan diri sebagai caleg
DPRD Kabupaten Jember (Dapil 5) dari Partai Hanura.
Mayor Isa Al-Mahdi ini yang dianggap membentuk Pasukan Badar. Ia yang
memiliki latar belakang militer ditengarai melatih dan mengajarkan para
santri dan jamaah pengajian Habib Ali dari mulai baris-berbaris hingga
keterampilan bertarung. Di Ponpes Darus Sholihin memang terdapat
kegiatan ekstra kurikuler beladiri seperti pencak silat.
Pasukan Badar ini menurut warga sering mengadakan latihan fisik.
Pengikutnya diperkirakan berjumlah sekitar dua hingga tiga peleton, yang
berkisar hingga 150 personel. Warga Puger lainnya menuturkan bahwa
kelompok itu memang sering melakukan latihan fisik. Ia menuturkan,
“Waktu kami ada acara di kantor Kemenag bersama Kapolres dan Kasatintel,
ada yang berhasil memfoto saat mereka latihan baris. Kegiatan itu
difoto dan dilaporkan kepada polisi untuk dibubarkan, sehingga akhirnya
dibubarkan,” ujar warga yang berbicara kepada Kiblatnet dengan syarat
dirahasiakan identitasnya.
Mabes Badar, gambar ini diambil saat bentrokan antara warga Puger dengan
peserta karnaval dari Ponpes Darus Sholihin. Foto: Kiblatnet.
Mabes Badar, gambar ini diambil saat bentrokan antara warga Puger
dengan peserta karnaval dari Ponpes Darus Sholihin. Foto: Kiblatnet.
Rupanya, jauh sebelum mencuat isu sunni-syiah di Jember, kelompok
syiah lebih siap untuk menghadapi kondisi genting dengan adanya Pasukan
Badar. Dengan adanya laporan ke pihak kepolisian, Pasukan Badar
disebut-sebut sudah dibubarkan sekitar tahun 2008. Namun, saat Kiblatnet
mengunjungi Puger sepekan silam, penulis mendapatkan sebuah jepretan
foto yang menarik. Foto tersebut menggambarkan sebuah rumah yang di
depannya dipasang sebuah tirai bambu yang bertuliskan aksara ‘Mabes
Badar’.
Kemudian, timbullah sebuah pertanyaan. Benarkah Pasukan Badar telah lenyap paska dibubarkan?
Wallahu a’lam..
Reporter: Fajar Shadiq
Editor: Agus Abdullah