Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan :
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, berlaku ketentuan :
- jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi 10 (sepuluh) tahun atau paling lama pada akhir Tahun Pajak 2013;
- jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi 10 (sepuluh) tahun.
a. | hasil Verifikasi terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP berupa :
| ||||||||||
b. | hasil Pemeriksaan terhadap :
|
c. hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP.
5) | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan berdasarkan :
| ||||||||||||||
(6) | Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang KUP berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak. | ||||||||||||||
(7) | Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dalam hal berdasarkan :
| ||||||||||||||
(8) | Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (7) masih dapat diterbitkan apabila terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap, apabila ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan. |
Pasal 3
(1) | Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diterbitkan untuk suatu Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. |
(2) | Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dilakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
Pasal 4
(1) | Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus diterbitkan berdasarkan nota penghitungan. |
(2) | Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan laporan hasil Verifikasi, laporan hasil Pemeriksaan, laporan hasil Pemeriksaan Ulang atau laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
Pasal 5
(1) | Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dikirimkan kepada Wajib Pajak. |
(2) | Pengiriman surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan :
|
BAB III
TATA CARA PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK
Pasal 6
TATA CARA PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK
Pasal 6
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya dalam hal :
- Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
- dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
- Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
- pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak; atau
- pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
Pasal 7
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan setelahnya dalam hal :
a. | Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; | ||||
b. | berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; | ||||
c. | Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga; | ||||
d. | pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu; | ||||
e. | pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, selain :
| ||||
f. | Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak; atau | ||||
g. | Pengusaha Kena Pajak yang mengalami gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang PPN. |
Pasal 8
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau Pasal 7 setelah meneliti data administrasi perpajakan atau setelah melakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak.
Pasal 9
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan huruf b atau Pasal 7 huruf a dan huruf b, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Pasal 10
Sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga yang ditagih berdasarkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c atau Pasal 7 huruf c termasuk sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang KUP dan sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP.
Pasal 11
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, huruf e, atau huruf f atau Pasal 7 huruf d, huruf e, atau huruf f, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Pasal 12
Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf g, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, yang dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 13
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 13
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan atau diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak. |
(2) | Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, apabila setelah penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak. |
(3) | Surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, kecuali terhadap Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. |
(4) | Surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan terlebih dahulu mengaktifkan kembali Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah dihapus. |
(5) | Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi 10 (sepuluh) tahun. |
Pasal 14
Dalam hal Wajib Pajak memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dan diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak diterbitkan dengan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat kecuali Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang KUP.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan isi nota penghitungan, bentuk dan isi surat ketetapan pajak, serta bentuk dan isi Surat Tagihan Pajak diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
aturan lebih lengkap di
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 145/PMK.03/2012
TENTANG
TATA CARA PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK
DAN SURAT TAGIHAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa ketentuan mengenai tata cara penerbitan surat ketetapan pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2010;
bahwa ketentuan mengenai tata cara penerbitan surat tagihan pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2010;
bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara penerbitan surat ketetapan pajak sebagaimana tersebut dalam huruf a dan tata cara penerbitan surat tagihan pajak sebagaimana tersebut dalam huruf b;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (6), Pasal 14 ayat (6), Pasal 15 ayat (5), dan Pasal 17A ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 serta Pasal 23 dan Pasal 24 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak;
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK DAN SURAT TAGIHAN PAJAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang sama.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
BAB II
TATA CARA PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK
Pasal 2
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan :
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
(2) Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
(3) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, berlaku ketentuan :
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi 10 (sepuluh) tahun atau paling lama pada akhir Tahun Pajak 2013;
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi 10 (sepuluh) tahun.
(4) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan :
a. hasil Verifikasi terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP berupa :
1) hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak;
2) bukti pemotongan Pajak Penghasilan;
3) data perpajakan terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
(4) data konkret dalam Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, yang dapat dipergunakan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar; atau
(5) bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
b. hasil Pemeriksaan terhadap :
1) Surat Pemberitahuan;
2) kewajiban perpajakan Wajib Pajak karena Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang KUP, dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; atau
(3) Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dan terhadap Putusan Pengadilan tersebut tidak dilakukan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 4).
c. hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP.
(5) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan berdasarkan :
a. hasil Verifikasi terhadap :
1) keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang KUP;
2) data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang; atau
3) data baru berupa Faktur Pajak dalam Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, yang dapat dipergunakan untuk menghitung besarnya pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
b. hasil Pemeriksaan atau hasil Pemeriksaan Ulang terhadap :
1) data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang termasuk data yang semula belum terungkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
2) data baru dalam Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan terhadap data baru dalam Putusan Pengadilan tersebut tidak dilakukan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3).
(6) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang KUP berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
(7) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dalam hal berdasarkan :
a. hasil Verifikasi terhadap kebenaran atas permohonan pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;
b. hasil Pemeriksaan terhadap :
1) Surat Pemberitahuan terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
2) permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
(8) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (7) masih dapat diterbitkan apabila terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap, apabila ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
Pasal 3
(1) Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diterbitkan untuk suatu Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
(2) Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dilakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pasal 4
(1) Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
(2) Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan laporan hasil Verifikasi, laporan hasil Pemeriksaan, laporan hasil Pemeriksaan Ulang atau laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pasal 5
(1) Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dikirimkan kepada Wajib Pajak.
(2) Pengiriman surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan :
secara langsung;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
BAB III
TATA CARA PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK
Pasal 6
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya dalam hal :
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak; atau
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
Pasal 7
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan setelahnya dalam hal :
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu;
e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, selain :
1) identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang PPN; atau
2) identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang PPN, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak; atau
g. Pengusaha Kena Pajak yang mengalami gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang PPN.
Pasal 8
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau Pasal 7 setelah meneliti data administrasi perpajakan atau setelah melakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak.
Pasal 9
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan huruf b atau Pasal 7 huruf a dan huruf b, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Pasal 10
Sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga yang ditagih berdasarkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c atau Pasal 7 huruf c termasuk sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang KUP dan sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP.
Pasal 11
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, huruf e, atau huruf f atau Pasal 7 huruf d, huruf e, atau huruf f, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Pasal 12
Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf g, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, yang dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 13
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan atau diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, apabila setelah penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak.
(3) Surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, kecuali terhadap Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan terlebih dahulu mengaktifkan kembali Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah dihapus.
(5) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 14
Dalam hal Wajib Pajak memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dan diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak diterbitkan dengan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat kecuali Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang KUP.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan isi nota penghitungan, bentuk dan isi surat ketetapan pajak, serta bentuk dan isi Surat Tagihan Pajak diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
BAB V
PENUTUP
Pasal 16
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak; dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 17
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 September 2012
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 September 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 902